TUAH KERIS
Tuah keris dan pertanyaanku yang bodoh.
Sejenak berhenti browsing sekedar untuk menyempatkan diri membaca sebuah penawaran dengan penggalan seperti ini meskipun saya juga penjual keris:
"Dimaharkan Keris Pamor Udan Mas, Tuah untuk Karejekian, mempermudah mendapatkan Rejeki. Dimaharkan Keris Pamor Junjung Derajat, Tuah untuk Kepangkatan serta Kedudukan dan sebagainya". Banyak sekali yang ditawarkan dengan embel² tentang Tuah yang katanya bisa dipertanggungjawabkan.
Ada lagi dalam berbagai cerita teman yang datang ke rumah menanyakan apakah saya punya keris Umyang Jimbe ? Aku tanya seperti apa dan buat apa keris itu ? Katanya kerisnya ada orang di bawahnya dan katanya lagi bisa narik beras (mendatangkan atau menambah beras).
Pikirku, "Wah, hebat banget nih keris bisa datengin beras"...
Lantas aku sendiri berujar pada diriku sendiri yang masih bodoh ini seandainya aku sendiri punya keris seperti itu, misal Udan Mas, tentu akan tetap aku simpen agar daganganku bisa laku keras. Bisa dapetin rejeki dengan lancar, mungkin pula tanpa harus kerja susah-susah.
Demikian juga ketika aku memiliki keris pamor Junjung Derajat, maka akan aku simpan dan aku akan daftar sebagai pegawai agar pangkat dan derajadku bisa cepat naik.
Atau jika aku punya keris Umyang Jimbe yang katanya bisa mendatangkan beras, maka aku akan simpan dan aku berganti profesi penjual beras. Pasti cepet kaya karena beras akan datang sendiri tanpa aku aku beli dari Bulog atau tengkulak.
Demikian pula ketika ada keris Setro Banyu yang konon bisa memadamkan api, tentu lebih baik aku mendirikan perusahaan Pemadam Kebakaran saja tanpa harus membeli mobil PMK. Cukup dengan keris itu saja kalau ada kebakaran akan bisa aku padamkan.
Lha kenapa lantas dijual sama pemiliknya kalau memang dia bisa buktikan tuah keris tsb..? Kenapa gak disimpannya sendiri agar dagangan kerisnya laku keras..? Kenapa dia gak simpan sendiri agar derajatnya bisa naik cepat..?
Jawaban klasiknya biasanya dibilang, ini memang harus dimaharkan ke orang lain biar tuahnya bisa berfungsi. Atau memang si penjual berniat membantu orang lain, atau segudang alasan pembenar lainnya agar keris tersebut bisa dijual olehnya.
Entahlah apa lagi kepercayaan tentang tuah keris yang banyak beredar di masyarakat. Pastilah sangat banyak mitologi dan legenda atas sebilah keris yang diyakini bertuah.
Nah, sekarang pertanyaannya lagi, jika sebilah keris dipandang memiliki tuah yang dalam hal ini adalah aspek spiritual, apakah kita yang memilikinya sudah bisa Napak Aji, sudah bisa Olah Rasa, Olah Daya..? Sudahkah kita sering meditasi, bermunajad kepada Sang Khaliq untuk mendekatkan diri dan mencari "Rahasia" dibalik itu semua yang atas kehendakNya bisa seperti itu..? Apakah kita juga sudah laku prihatin, puasa, bersih-bersih diri untuk bisa merasakan apa yang tidak bisa dirasa oleh awam..?
Jika belum, lantas bagaimana kita bisa mengetahui bahwa keris tersebut memiliki Yoni atau Tuah..? Seperti halnya anak kecil yang belum tau kegunaan remote lantas diminta carikan channnel TV, tentu akan dipencet-pencet tidak karuan dan hasilnya tidak ketemu channel yang kita inginkan. Atau anak SD kita minta naik Ducati 1100 CC, atau orang yang belum bisa nyetir mobil kita kasih mobil dan suruh nyetir keliling kota. Apa yang terjadi..? Ya percuma saja fasilitas tersebut diberikan kepada mereka-mereka yang memang belum bisa membawanya, ini perumpamaan bodoh.
Sekali lagi ini hanya perumpamaan bodoh dari diriku yang juga masih bodoh. Bagiku ibaratnya gelombang radio atau frekuensi TV, jika kita tidak bisa "Tune in" di frekuensi yang diinginkan, maka tentu gak akan nyambung. Nah, metode "Tune In' pada sebilah pusaka inilah yang perlu kita pelajari lebih dalam. Metodenya gimana..? Itu tergantung dari bakat, pengalaman dan keahlian kita masing-masing.
Tetapi kembali bahwa sebilah keris itu ada karena daya cipta manusia. Dia adalah benda budaya. Hasil dari olah Budi-Daya-Rasa. Dan selama di dunia, manusia tidak akan pernah menciptakan sesuatu yang Hidup dan memiliki Ruh. Keris tetaplah benda mati walau dia dipercaya memiliki daya atau energi. Kalaupun dia bermuatan energi ataupun spirit, tentu bukan dari keris itu sendiri, tetapi dari si Empu yang membuatnya melakukan laku tirakat, melaksanakan berbagai prosesi pembabaran keris dengan bermohon kepada Tuhan Yang Maha Agung untuk menyematkan sedikit "Daya" pada keris tersebut untuk keperluan yang baik. Ataupun berbagai Japa Mantra yang mengelola spirit ataupun energi alam agar tersemat dalam keris tersebut. Atau apalah lainnya yang tidak kasat mata. Tetapi kembali bahwa keris itu sendiri adalah benda mati karena tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa meniupkan ruh pada benda-benda yang dibuatnya. Keris hanyalah sebuah "media". Disinilah terlihat begitu tipisnya perbedaan antara mempercayai benda budaya dengan mempercayai keris sebagai benda yang memiliki kekuatan ghaib. Sekali pemahaman kita meleset, maka kita akan terjerumus dalam kemusyrikan.
Ini juga menjadi pelajaran bagi orang-orang yang belum memahami keris lantas tanpa mau mempelajarinya, tanpa mau bermesra-mesraan dengan keris lantas menghakimi bahwa berdekatan dengan keris adalah musyrik. Musyrik dari mananya jika kita belum memahaminya..? Bahkan sampai menginjak-injak, membakar dan memusnahkan keris serta Tosan Aji lainnya. Menjadi seorang hakim itu sangat susah. Bisa menghakimi itu karena kita memahami. Menghakimi tanpa mempelajarinya terlebih dulu adalah..emmm... embuhlah 😂
Jadi marilah kita menempatkan keris sebagai benda budaya baik yang sifatnya bendawi (Tangible) maupun non bendawi (Intangible). Karena Keris juga merupakan Warisan Budaya Dunia non Bendawi asal Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO pada bulan November tahun 2005 yang lalu. Ini adalah ilmu, ini adalah pengetahuan, walau belum mengarah pada Ilmu Pengetahuan, tetapi suatu saat pasti akan menuju ke sana. :)
Salam Budaya
Ilustrasi pic: Warangka Branggah Yogyakarta